NAVIGASI

Saturday 25 February 2012

HUMOR TEMA PENDIDIKAN EPOSE 2

Biacara soal Pendidikan, maka akan berbicara masalah sekolah. Bersekolah bagi kebanyakan masyakarat Indonesia kurang dianggap menjanjikan. Kenapa…? Karena kita terlalu banyak mendengar janji-janji palsu. Dan semua rakyat Indonesia sudah bosan menagagih janji yang tidak pernah dilunasi. Kita tidak butuh janji, tapi butuh bukti, butuh beras, butuh kepastian dan butuh ketegasan pemerintah untuk tidak selalu menaikkan harga BBM.

Sekolah bukan lah sek… o… la.. lah. Sekolah bukanlah tempat belajar mencoba hal-hal yang dilarang tapi tempat belajar hal-hal yang dianjurkan. Tapi apakah siswa tahu mana yang dilarang dan mana yang dianjurkan? Jangan kan siswa, orang-orang pilihan di tingkat DPR saja seperti banyak tidak tahunya di banding dengan tahunya. Lihat saja di meja sidang. Jawabanya Cuma sekitar..”tidak tahu.” Atau “lupa.” Apalagi siwa, pasti lebih bayak tidak tahu dan lebih banyak lupa.

Sekolah adalah tempat belajar. Dan sayangnya belajar kok bisa diartikan siswa sebagai bela diri lalu menghajar. Hasilnya ya jadi tauran. Belajar adalah upaya pelajar untuk menuntut ilmu. Tapi pelajar justru mempunyai kesalahan arti menjadi perdayai lawan dengan dihajar. Itukan jadi kurang ajar namanya. Coba saja, masa pelajar SD sudah berani menusuk temannya dengan senjata tajam..?

Saat diteliti oleh akhli jawabanya pasti mencari kambing hitam pada acara-acara TV yang penuh kekerasan. Kok kambing hitam di salahkan…? Emang kambing hitam ikut sekolah? Dan kasus AM siswa SD yang menusuk temannya itu, katanya karena di rumahnya sering mendapatkan perlakukan kekerasan dari keluarganya. Dan akibat dari terlalu banyak bemain game online. Ini ada indikasi bahwa gurunya di sekolah sudah kalah pengaruh dengan game online. Atau jangan-jangan gurunya juga keranjingan game online, sehingga siswa-siswanya termotivasi untuk bermain game online juga. Kan ada pribahasa yang mengatakan “Buah apel tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.”

Tapi memang pribahasa itu sudah tidak tepat kali yah. Buktinya buah apel sekarang sudah banyak jatuh di pasar buah, jatuh dari keranjang buah, jatuh dari kulkas, padahal di situ tidak ada pohon apelnya. Makanya tidak aneh kalau pribadi siswa akan sangat jauh dari karate gurunya. Sebab guru dan siswa jarang makan apel. Kok jadi ngaco.

Sekolah menduduki tempat yang paling menakutkan tingkat kedua setelah kematian. Kenapa…? Karena sekolah dan kematian sama-sama membutuhkan biaya yang cukup besar. Dan sama-sama selalu membuat repot dengan segala permasalahnya.

Sekolah meruapakan rangkaian perasaan takut sejak awal sampai akhir. Saat awal masuk sekolah, siswa takut mendapat sekolah yang bukan pilihannya. Saat kenaikan kelas, siswa takut tidak naik. Saat Ujian siswa takut tidak lulus. Saat lulus siswa juga takut tidak dapat menebus ijazahnya.
Sekolah identik dengan peraihan ijazah. Oleh karena itu, maka bagi mereka yang tidak mempunyai Ijazah SD, ia dapat mengikuti Kejar Paket A. Yang tidak punyai ijazah SMP, ia bisa ikut Kejar Paket B. Yang tidak punya Ijazah SMA, bisa mengikuti Kejar Paket C. Yang mempunyai ijazah tanpa sekolah, seharusnya dikejar polisi dong yah…?

Namanya juka Kejar Paket. Makanya tidak aneh jika sekolahnya hanya satu tahun terus dapat ijazah. Kejar paket kan hampir sama dengan kejat tayang bagi acara TV. Dikerjakan dengan cepat, yang penting laku walau harganya murah, masalah kualitas bukan jaminan.

Sebentar lagi malah akan dicanangkan wajib sekolah 12 tahu. Loch… yang sebembilan tahun saja belum berhasil kok sudah yang ke 12 sih..? Jaangan-jangan ikut-ikutan film nasional nih, dari Kuntil anak, ke kuntil anak 2, sampai kuntil anak vs kuntil ibu.

Sekolah di Indonesia bisa seperti cerita sinetron, berisikan khayalan dan mimpi-mimpi indah, direkayasa alur kisahnya, dipanjang-panjangkan ceritanya, dan akhir episodenya tetap membingungkan penontonnya. Artinya, walau susah payah sekolah, setelah lulus, tetap bingung harus kemana…?

Ini penomena betapa menakutkannya sekolah bagai anak. Ada sebuah dialog seorang anak wanita lulusan SMP ditanya papanya :
“ Nak… kamu pilih melanjutkan sekolah atau papah nikahkan…?”
“ Tidak dua-duanya…” Jawab anaknya pasti dan meyakinkan.
“ Kenapa…?”
“ Karena sekolah dan nikah sama-sama bisa membuat aku stress, pah.”

Penomena itu menandakan bahwa banyak anak merasa tidak mempunyai harapan saat ia besekolah. Seolah-olah sekolah bukanlah pilihan yang terbaik untuk dirinya. Dia tidak mau menjadi orang pintar, karena orang pintar hanya diukur dengan minum obat masuk angin.
Biacara soal Pendidikan, maka akan berbicara masalah sekolah. Bersekolah bagi kebanyakan masyakarat Indonesia kurang dianggap menjanjikan. Kenapa…? Karena kita terlalu banyak mendengar janji-janji palsu. Dan semua rakyat Indonesia sudah bosan menagagih janji yang tidak pernah dilunasi. Kita tidak butuh janji, tapi butuh bukti, butuh beras, butuh kepastian dan butuh ketegasan pemerintah untuk tidak selalu menaikkan harga BBM.

Sekolah bukan lah sek… o… la.. lah. Sekolah bukanlah tempat belajar mencoba hal-hal yang dilarang tapi tempat belajar hal-hal yang dianjurkan. Tapi apakah siswa tahu mana yang dilarang dan mana yang dianjurkan? Jangan kan siswa, orang-orang pilihan di tingkat DPR saja seperti banyak tidak tahunya di banding dengan tahunya. Lihat saja di meja sidang. Jawabanya Cuma sekitar..”tidak tahu.” Atau “lupa.” Apalagi siwa, pasti lebih bayak tidak tahu dan lebih banyak lupa.

Sekolah adalah tempat belajar. Dan sayangnya belajar kok bisa diartikan siswa sebagai bela diri lalu menghajar. Hasilnya ya jadi tauran. Belajar adalah upaya pelajar untuk menuntut ilmu. Tapi pelajar justru mempunyai kesalahan arti menjadi perdayai lawan dengan dihajar. Itukan jadi kurang ajar namanya. Coba saja, masa pelajar SD sudah berani menusuk temannya dengan senjata tajam..?

Saat diteliti oleh akhli jawabanya pasti mencari kambing hitam pada acara-acara TV yang penuh kekerasan. Kok kambing hitam di salahkan…? Emang kambing hitam ikut sekolah? Dan kasus AM siswa SD yang menusuk temannya itu, katanya karena di rumahnya sering mendapatkan perlakukan kekerasan dari keluarganya. Dan akibat dari terlalu banyak bemain game online. Ini ada indikasi bahwa gurunya di sekolah sudah kalah pengaruh dengan game online. Atau jangan-jangan gurunya juga keranjingan game online, sehingga siswa-siswanya termotivasi untuk bermain game online juga. Kan ada pribahasa yang mengatakan “Buah apel tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.”

Tapi memang pribahasa itu sudah tidak tepat kali yah. Buktinya buah apel sekarang sudah banyak jatuh di pasar buah, jatuh dari keranjang buah, jatuh dari kulkas, padahal di situ tidak ada pohon apelnya. Makanya tidak aneh kalau pribadi siswa akan sangat jauh dari karate gurunya. Sebab guru dan siswa jarang makan apel. Kok jadi ngaco.

Sekolah menduduki tempat yang paling menakutkan tingkat kedua setelah kematian. Kenapa…? Karena sekolah dan kematian sama-sama membutuhkan biaya yang cukup besar. Dan sama-sama selalu membuat repot dengan segala permasalahnya.

Sekolah meruapakan rangkaian perasaan takut sejak awal sampai akhir. Saat awal masuk sekolah, siswa takut mendapat sekolah yang bukan pilihannya. Saat kenaikan kelas, siswa takut tidak naik. Saat Ujian siswa takut tidak lulus. Saat lulus siswa juga takut tidak dapat menebus ijazahnya.

Sekolah identik dengan peraihan ijazah. Oleh karena itu, maka bagi mereka yang tidak mempunyai Ijazah SD, ia dapat mengikuti Kejar Paket A. Yang tidak punyai ijazah SMP, ia bisa ikut Kejar Paket B. Yang tidak punya Ijazah SMA, bisa mengikuti Kejar Paket C. Yang mempunyai ijazah tanpa sekolah, seharusnya dikejar polisi dong yah…?

Namanya juka Kejar Paket. Makanya tidak aneh jika sekolahnya hanya satu tahun terus dapat ijazah. Kejar paket kan hampir sama dengan kejat tayang bagi acara TV. Dikerjakan dengan cepat, yang penting laku walau harganya murah, masalah kualitas bukan jaminan.

Sebentar lagi malah akan dicanangkan wajib sekolah 12 tahu. Loch… yang sebembilan tahun saja belum berhasil kok sudah yang ke 12 sih..? Jaangan-jangan ikut-ikutan film nasional nih, dari Kuntil anak, ke kuntil anak 2, sampai kuntil anak vs kuntil ibu.

Sekolah di Indonesia bisa seperti cerita sinetron, berisikan khayalan dan mimpi-mimpi indah, direkayasa alur kisahnya, dipanjang-panjangkan ceritanya, dan akhir episodenya tetap membingungkan penontonnya. Artinya, walau susah payah sekolah, setelah lulus, tetap bingung harus kemana…?

Ini penomena betapa menakutkannya sekolah bagai anak. Ada sebuah dialog seorang anak wanita lulusan SMP ditanya papanya :

“ Nak… kamu pilih melanjutkan sekolah atau papah nikahkan…?”

“ Tidak dua-duanya…” Jawab anaknya pasti dan meyakinkan.

“ Kenapa…?”

“ Karena sekolah dan nikah sama-sama bisa membuat aku stress, pah.”

Penomena itu menandakan bahwa banyak anak merasa tidak mempunyai harapan saat ia besekolah. Seolah-olah sekolah bukanlah pilihan yang terbaik untuk dirinya. Dia tidak mau menjadi orang pintar, karena orang pintar hanya diukur dengan minum obat masuk angin.